DARI TRADISIONAL MENJADI PERTUNJUKAN BERKELAS

Segudang rintangan tak bisa menghentikan langkah penyelenggaraan FKP. Kendati dua tahun berjalan terseok- seok, komitmen melanjutkan event itu semakin kuat. Untuk meningkatkan kualitas penyajian pementasan, di tahun ketiga mulai digagas adanya workshop bagi para calon peserta. Ketoprak yang semula merupakan seni tradisional Jawa yang dianggap ndeso, tahap demi tahap berevolusi menjadi pertunjukan berkelas. Workshop pertama kali diikuti 49 peserta, dengan materi “Sejarah dan Unsur Ketoprak” disampaikan oleh Joko Krisnanto, dan “Manajemen Pertunjukan Ketoprak” disampaikan oleh Bondan Nusantara. Pada penyelenggaraan FKP ketiga diikuti sebanyak delapan grup. Panitia mulai melakukan visitasi ke sekolah-sekolah peserta, juga melakukan penyempurnaan logo FKP. Tema pentas ditentukan, tentang peran kepahlawanan wanita dalam pembentukan peradaban nusantara. Sebagai 

bentuk penghargaan sekaligus motivasi, panitia memberikan piagam kepada semua siswa peserta, guru dan sutradara. Selain itu, mulai dibuat buku katalog produksi dengan menampilkan foto-foto peserta dalam booklet cetak, sehingga FKP tahun ketiga lebih berwarna. Tahun demi tahun, FKP terus berjalan. Fasilitas ditingkatkan, manajemen dan kualitas pentas terus diperbaiki. Perkembangan menggembirakan, jumlah peserta terus mengalami kenaikan. Antusiasme sekolah/ pelajar untuk berperan dalam 

Festival Ketoprak Pelajar semakin nyata pada tahun 2017, yakni tahun yang ke delapan atau sewindu FKP berjalan. Panitia kebanjiran pendaftar, sehingga terpaksa membatasi jumlah peserta hanya 25 sekolah saja. Itupun dengan penambahan waktu penyelenggaraan satu hari, yang sebelumnya tiga hari menjadi empat hari. Panitia mulai kewalahan untuk mengakomodir seluruh sekolah yang ingin ikut serta dalam festival tersebut, hingga panitia harus meminta maaf pada beberapa sekolah yang belum bisa tampil pada tahun 2017. Hal itu menunjukkan, upaya memasyarakatkan seni ketoprak di kalangan pelajar telah berhasil.